10/26/2022

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 1.4 BUDAYA POSITIF

 

Assalamu alaikum wr.wb

Apa kabar, Bapak Ibu Guru Hebat, Semoga kita selalu diberikan nikmat sehat, selalu bersyukur dan tetap semangat dalam mendidik. Sebelumnya perkenalkan saya Saifullah dari SMP Negeri 1 Lasem Kabupaten Rembang, Calon Guru Penggerak Angkatan 6.

Sebagai pendidik, kita harus berusaha menerapkan filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara dengan memberikan teladan hidup dan kehidupan, mendampingi anak dengan rasa menyenangkan. memberikan semangat untuk tumbuh dan berkembang sesuai kodrat alam dan zamannya. Sebaiknya yang dilakukan seorang guru adalah menghormati dan memperlakukan anak dengan sebaik-baiknya sesuai kodratnya, melayani mereka dengan setulus hati, memberikan teladan (ing ngarso sung tulodho), membangun semangat (ing madyo mangun karso) dan memberikan dorongan (tut wuri handayani) bagi tumbuh kembangnya anak. Menuntun mereka menjadi pribadi yang terampil, berakhlak mulia dan bijaksana sehingga mereka akan mencapai kebahagiaan dan keselamatan.

Sesuai dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, guru adalah ibarat seorang petani yang tidak dapat mengubah kodrat padi menjadi jagung. Namun, hanya dapat mengusahakan tanah, membersihkan lingkungan dari rumput dan hama agar padi bertumbuh dan berbuah dengan baik. Demikian pula, guru harus mampu menciptakan/mengkondisikan lingkungan belajar yang menyenangkan bagi murid agar dapat bertumbuh sesuai visi guru penggerak, yaitu menjadi murid dengan pribadi yang sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila.

Dalam upaya mewujudkan murid yang memiliki Profil Pelajar Pancasila, seorang guru penggerak memiliki peran penting, di antaranya:

1. Menjadi pemimpin pembelajaran

2. Menggerakkan komunitas praktisi

3. Mendorong kolaborasi antar guru

4. Menjadi coach bagi guru lain 

5. Mewujudkan kepemimpinan murid

Untuk menjalankan peran tersebut dengan baik, guru penggerak harus memiliki nilai-nilai yang melekat dalam dirinya, yaitu mandiri, reflektif, kreatif , inovatif dan berpihak pada murid.

Profil Pelajar Pancasila berisi nilai-nilai kebajikan yang diyakini bersama murid. Apabila nilai-nilai ini diyakini dan dijalankan dengan motivasi yang benar maka akan memiliki disiplin positif hingga tercipta budaya positif di sekolah. Sehingga, sekolah dapat menjadi tempat yang nyaman bagi murid untuk belajar dan bertumbuh.

Motivasi yang benar dimaksudkan di sini adalah motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri murid sendiri. Bukan karena pengaruh hal-hal di luar diri murid. Untuk menumbuhkan motivasi intrinsik diperlukan posisi kontrol guru sebagai seorang manajer yang senantiasa menerapkan langkah-langkah restitusi yang tepat dalam membimbing muridnya.

1.    Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

Pemahaman yang saya pelajari tahap demi tahap sudah dapat dipahami. Adapun yang menarik adalah dalam menciptakan budaya positif harus dimulai oleh diri kita sendiri sebagai teladan yang baik bagi siswa. Dari modul 1.4 ini, saya telah memahami beberapa konsep, dimana makna disiplin yang sebenarnya adalah belajar mengontrol diri sendiri. Berdasarkan teori kontrol Dr. William Glasser, kita tidak dapat mengontrol orang lain, kita hanya dapat mengontrol diri sendiri. Disiplin positif adalah disiplin yang dilakukan dengan motivasi yang benar, yaitu motivasi dari dalam diri (motivasi intrinsik). Hukuman dan penghargaan sama-sama tidak efektif dalam menumbuhkan disiplin positif, lebih baik jika kita sebagai guru melakukan restitusi dalam membimbing siswa dengan mengambil posisi kontrol sebagai manajer. Sesuai langkah-langkah dalam segituga restitusi kita tidak membuat siswa merasa gagal dan merasa bersalah. Tapi, kita harus dapat menganalisa kebutuhan dasar yang sedang berusaha dipenuhi siswa, karena kita yakin bahwa setiap perilaku memiliki tujuan. Selain itu kita juga dapat mengajak siswa mengingat keyakinan kelas yang telah disepakati dan menawarkan siswa menentukan sendiri solusi dari permasalahan yang dia lakukan. Bukan memaksakan solusi dari diri kita sebagai guru.

 

2.     Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Selama ini saya telah banyak tertipu ilusi bahwa saya dapat mengontrol siswa, saya dapat menguatkan karakter siswa dengan membuat mereka merasa bersalah dan lain sebagainya. Saya juga seringkali mengambil posisi kontrol yang keliru saat membimbing siswa dengan menghukum dan memberikan penghargaan kepada mereka. Kini, cara berpikir saya berubah. Selanjutnya, saya harus mengambil posisi kontrol seorang manajer dan melakukan langkah-langkah restitusi yang tepat dalam membimbing siswa.

 

3.        Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?

Saya seringkali memberikan penghargaan kepada siswa saat mengajar di kelas. Misalnya memberikan hadiah maupun pujian, serta menjanjikan nilai tambahan bagi mereka yang dapat melakukan hal-hal tertentu, seperti menjawab pertanyaan, melakukan presentasi dan lain-lain.

 

4.        Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?

Saya merasa senang karena saya melihat mereka lebih bersemangat ketika diberikan penghargaan. Saya berpikir bahwa cara ini efektif.

 

5.   Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?

Maksud saya memberikan penghargaan memang baik, yaitu agar minat belajar siswa meningkat. Namun cara yang saya lakukan keliru sehingga perlu diperbaiki. Seharusnya saya mengambil posisi kontrol sebagai manajer, agar siswa dapat belajar dengan disiplin yang positif, di mana mereka belajar dengan baik bukan untuk mendapat pujian atau penghargaan. Tapi, belajar dan bersikap baik adalah cara mereka menghargai diri mereka sendiri.

 

6.   Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?

Sebelum mempelajari modul ini saya sering mengambil posisi kontrol sebagai pemantau. Saya merasa cara ini efektif untuk membuat siswa menjadi lebih baik. Setelah mempelajari modul ini, saya menyadari bahwa ini dapat menjadikan siswa saya bersikap baik hanya saat dirinya berada dalam pengawasan saja. Kini, saya merasa posisi kontrol terbaik adalah sebagai manajer dan saya yakin perlahan-lahan dapat membuat siswa bersikap disiplin bukan karena pengaruh hal-hal di sekitarnya, namun disiplin yang mereka lakukan karena nilai yang mereka yakini. Sikap ini yang disebut sebagai disiplin positif.

 

7.  Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?

Sebelum mempelajari modul ini, secara tidak disadari saya sering menerapkan segitiga restitusi saat menghadapi permasalahan murid. Namun dengan langkah-langkah yang kurang sistematis. Biasanya saya menawarkan siswa untuk mengusulkan solusi untuk memperbaiki kesalahannya sendiri. Saya juga menanyakan dia ingin menjadi orang yang seperti apa, lalu meminta dia meyakini hal tersebut sehingga dapat kembali menjadi pribadi yang lebih baik.

 

8.        Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Hal-hal lain yang menurut saya penting untuk dipelajari adalah bagaimana cara berkolaborasi dengan rekan guru serta pemangku kepentingan di sekolah, bahkan dengan orang tua murid untuk mewujudkan budaya positif di sekolah. Karena siswa tidak hanya bertumbuh di sekolah. Namun sudah dibentuk terlebih dahulu dalam lingkungan keluarganya.

Demikian aritikel koneksi antar materi budaya positif yang penulis sampaikan. Semoga artikel ini bermanfaat dan membuat kita semakin tertantang sebagai pendidik dan pengajar yang profesional. Salam guru penggerak, tergerak bergerak dan menggerakkan !

 

Wassalamu alaikum Wr. Wb.